Presiden Joko Widodo mendatangi Ukraina dan Rusia dalam upaya membantu terciptanya perdamaian menyusul invasi Rusia ke Ukraina menyikapi perluasan pengaruh blok pertahanan NATO ke Eropa Timur. Jokowi bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy disusul pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Sesuai konstitusi Republik Indonesia, ikut memperjuangkan ketertiban dan perdamaian dunia selalu dikerjakan para presiden Republik Indonesia. Presiden Soekarno, ketika Republik Indonesia baru berusia 10 tahun, berhasil menggelar Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 yang mendorong kemerdekaan negara-negara Asia Afrika. Presiden Soeharto kemudian juga berhasil mendamaikan sejumlah faksi yang berperang di Kamboja melalui perjanjian damai Paris tahun 1991.
Sejarawan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia, FX Widiyanto, yang ditemui pada 19 Juli 2022 di Kantin Diplomasi Kompleks Kemlu Pejambon menceritakan, melalui KAA, banyak bangsa yang merdeka di tahun 1960-an dari penjajahan bangsa-bangsa Barat. Selain itu, Bung Karno juga berhasil mengegolkan dukungan bagi pengembalian Irian Barat ke wilayah Republik Indonesia dalam keputusan KAA Bandung tahun 1955.
”Bung Karno berhasil mengundang empat perdana menteri dari India, Pakistan, Sri Lanka, dan Burma. Meski soal Irian Barat tidak disebut dalam Dasa Sila Bandung, itu tetap disinggung dalam agenda dekolonisasi Irian Barat dan negara-negara lain,” kata Widiyanto.
Penyelenggaraan KAA Bandung waktu itu banyak melibatkan peran Perdana Menteri RI Ali Sastroamidjojo dan Menteri Luar Negeri Sunaryo yang menjabat tahun 1953-1955.
Presiden Soekarno tatkala menyampaikan pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Di latar belakang antara lain tampak PM India Nehru, PM Burma U Nu, PM RI Ali Sastroamidjojo serta para pemimpin negara sponsor KAA lainnya.
Pertarungan kapitalis vs komunis
Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM), Wildan Sena Utama, dalam buku Konferensi Asia-Afrika 1955, Asal Usul Intelektual dan Warisannya Bagi Gerakan Global Anti Imperialisme mencatat, Perang Dingin di antara dua negara adidaya Amerika Serikat yang mengusung ideologi kapitalisme dan Uni Soviet yang memegang ideologi komunisme membuat negara-negara dunia ketiga memainkan peran penting sebagai alternatif di tengah persaingan kedua kekuatan tersebut. Negara Dunia Ketiga menantang dominasi Barat, mengampanyekan kedaulatan, dan mendorong perdamaian dunia.
Joko Widodo yang adalah rakyat biasa duduk di kursi plastik warna merah bersandal jepit ketika bersiap untuk disuntik vaksin dalam program vaksinasi dari rumah ke rumah (door to door). Di lahan kosong di antara permukiman padat penduduk, Presiden Jokowi lantas menanyakan kabar Joko Widodo. ”Ngeten niki saget produksi ning mboten saget jualan,” ujar Joko Widodo tentang kondisi pekerjaannya sebagai pandai besi yang bisa tetap berproduksi, tetapi belum bisa menjualnya pada masa pandemi.
Presiden Joko Widodo bertemu dengan seorang warga bernama Joko Widodo di Dukuh Ngledok, Desa Segaran, Klaten, Jawa Tengah, Senin (13/9/2021).
Ketika dialog itu berlangsung di antara kerumunan warga yang menyaksikan pelaksanaan vaksinasi, tiba-tiba seseorang berteriak bertanya tentang namanya, ”Namane njenengan sinten?” Lantas Joko Widodo di hadapan Presiden Jokowi segera menjawab, ”Joko Widodo, Pak.” Sontak, sorakan dan tawa pun membahana di tanah kosong itu, termasuk tawa dari Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Jokowi.
Baca juga : Menilik Kembali Gaya Komunikasi Politik Presiden Jokowi
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang turut hadir dalam kesempatan tersebut segera nyeletuk, ”Wa, saudara kembar ternyata, ya.” Berada dalam suasana yang demikian riang gembira, Joko Widodo terharu dan segera berusaha menyeka air matanya dengan selembar handuk kecil. Presiden Jokowi pun lantas berseloroh, ”Aku ra (ora, tidak) ngerti, lho, yo.” Kerumunan berteriak kepada Joko Widodo: ”Rasah (tidak usah) nangis, Pak!”
Seusai disuntik vaksin, Joko Widodo tak lantas berpisah dari Presiden Jokowi. Joko Widodo, salah seorang warga Dukuh Ngledok, Desa Segaran, yang sehari-hari bekerja sebagai pandai besi, bahkan diajak berdiri di samping Presiden Jokowi ketika memberikan jumpa pers terkait dengan vaksinasi.
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan pers di Dukuh Nglegok, Desa Segaran, Klaten, Jawa Tengah, Senin (13/9/2021). Turut mendampingi, antara lain, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (kiri). Seorang warga setempat bernama Joko Widodo, yang merasa terharu bertemu dengan Presiden Jokowi, terlihat mengusap wajahnya (kanan).
Berdiri di samping Presiden Jokowi, Joko Widodo tampak semringah, berbinar bahagia. Namun, beberapa kali ia tetap tampak berusaha menyeka wajahnya dengan handuk. ”Perasaan senang sekali. Kemarin sampai enggak bisa tidur, mau ketemu Pak Presiden. Enggak terasa, enggak nyangka,” ujar Joko Widodo saat ditemui pada kesempatan terpisah.
Selain bertemu dengan Joko Widodo, yang menarik dari kunjungan Presiden Jokowi ke Solo adalah saat pertemuannya dengan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang juga Wali Kota Solo. Pertemuan berlangsung saat Presiden Jokowi menghadiri acara Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia di Kampus Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo. Ketika Presiden Jokowi selesai menghadiri acara dan akan meninggalkan Kampus UNS, selain Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, Gibran juga mengantar Presiden Jokowi menaiki kendaraan untuk menuju Bandara Internasional Adi Soemarmo, Solo.
Kunjungan itu merupakan yang pertama secara resmi oleh Presiden Jokowi sejak putranya dilantik sebagai Wali Kota Solo pada Februari 2021. Semenjak putranya mencalonkan diri sebagai calon wali kota, Presiden Jokowi tidak pernah ke Solo. Hal itu dilakukan untuk menghindari tudingan keberpihakan Presiden terhadap putranya. Baru pada 11 Juni 2021 Presiden Jokowi sempat ke Solo, tetapi hanya sebentar karena menyekar makam ibunya, Sudjiatmi Notomiharjo, di Dukuh Mundu, Desa Selokaton, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Ziarah Presiden Jokowi itu dilakukan dalam perjalanan dari Yogyakarta pada sore hari.
Pertemuan bapak dan anak saat menjabat Presiden dan Wali Kota Solo memang tergolong jarang. Ditambah dengan adanya pandemi Covid-19 sehingga ada larangan untuk siapa pun mudik, termasuk bagi Presiden Jokowi.
Agenda kunjungan resmi hingga blusukan (inspeksi) menjumpai rakyat memang tak bisa sering-sering dilakukan Presiden Jokowi di masa pandemi. Padahal, blusukan telah menjadi sebuah gaya kerja lapangan yang lekat dengan dirinya, bahkan sejak masih menjadi kepala daerah, seperti waktu menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Baca juga : ”Ngecek” Obat, Presiden Jokowi Blusukan ke Apotek
Blusukan, antara lain, juga dilakukan Presiden Jokowi pada Jumat (23/7/2021). Kala itu, dari pintu ke pintu, Presiden Jokowi tiba-tiba mendatangi Apotek Villa Duta di Bogor, Jawa Barat, untuk mengecek ketersediaan beberapa jenis obat dan suplemen. Namun, karena tak sesering dilakukan seperti sebelum pandemi, kunjungan lapangan justru menjadi makin berkesan.
Presiden Joko Widodo mengunjungi Apotek Villa Duta, Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/7/2021).
Keakraban dan kehangatan yang selalu disuguhkan di depan masyarakat oleh Presiden Jokowi, menurut pengajar komunikasi politik Universitas Islam Negeri Jakarta, Gun Gun Heryanto, merupakan gaya komunikasi politik yang selama ini dominan ditunjukkan oleh Presiden. Gaya kepemimpinan equalitarian yang cenderung disukai masyarakat Indonesia ini ternyata dinilai tak cukup ketika negara memasuki masa genting pandemi Covid-19.
”Bukan sekadar hangat dan saling menyenangkan, melainkan juga the structuring style: runut, sistematis, komprehensif, menyangkut apa yang akan diambil atau tidak diambil oleh pemerintah, termasuk memastikan bahwa bukan hanya orang tidak sekadar senang, melainkan juga program kebijakan pemerintah bisa dimengerti, dipahami, dan jalan,” ujar Gun Gun ketika dihubungi, beberapa waktu lalu.
Gaya kepemimpinan yang bukan sekadar hangat dan saling menyenangkan, melainkan juga runut, sistematis, dan komprehensif. Orang tidak sekadar senang, melainkan juga program kebijakan pemerintah bisa dimengerti, dipahami, dan jalan.
Setiap kali kunjungan lapangan, Presiden tidak hanya menjumpai rakyat, tetapi juga menjalin relasi makin erat dengan setiap kepala daerah yang biasanya memang selalu mendampingi Presiden. Seperti kali ini Presiden Jokowi didampingi Gubernur Ganjar ke dua titik lokasi vaksinasi di Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo.
Presiden Joko Widodo menyapa para murid yang mengikuti vaksinasi di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin (13/9/2021).
Sebelumnya, Presiden Jokowi berkunjung ke Sulawesi Selatan. Dari Sulsel, Presiden Jokowi terbang langsung ke DI Yogyakarta. Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X juga terus mendampingi Presiden Jokowi pada Jumat (10/9/2021). Sabtu (11/9/2021) pagi Presiden Jokowi sempat ke Solo untuk acara internal. Sabtu sore kembali ke Yogyakarta dan bermalam di Istana Kepresidenan Yogyakarta, hingga Minggu. Pada Senin (13/9/2021) pagi, Presiden Jokowi baru berangkat lagi ke Solo lewat jalan darat melalui Delanggu.
Dalam tiap kali kunjungan resmi ke daerah, Presiden Jokowi juga selalu memberikan pengarahan kepada forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda) setempat. Namun, di Solo, Presiden Jokowi tidak mengadakan pertemuan dengan jajaran forkopimda.
Jika tidak sedang dalam kunjungan fisik ke daerah, Presiden Jokowi memanfaatkan secara maksimal teknologi digital. Hal ini memungkinkan digelarnya pertemuan, termasuk rapat kabinet, rapat terbatas, rapat koordinasi dengan forum pimpinan daerah serta satuan tugas Covid-19 di daerah, dan lain-lain secara virtual.
Baca juga: Presiden Jokowi : Vaksin dan Prokes untuk Akhiri Pandemi Covid-19
Gaya Soekarno dan Soeharto
Jika dirunut ke belakang, gaya kunjungan yang mendadak seperti ini dulu juga dipraktikkan Presiden Soekarno. Dalam Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams (2007), Presiden Soekarno menyatakan dirinya sering menyelinap diam-diam ke luar Istana Yogyakarta ataupun Istana Merdeka, Jakarta, untuk bertemu dengan rakyat di pasar dan tempat-tempat lain.
Bung Karno mengunjungi para atlet di Wisma Negara yang akan berlaga di Asian Games 1962. Tanpa sepengetahuan Resimen Tjakrabirawa, yang mengawalnya, Presiden Soekarno sering menyelinap keluar Istana untuk menemui rakyatnya. Sumber: Koleksi foto Tan Joe Hok
Dulu aku biasa keluar istana diam-diam seorang diri. Namun, sejak ada Tjakrabirawa, hal itu tak mungkin lagi dilakukan. (Presiden Soekarno)
Menurut Bung Karno, selain ingin dekat, Bung Karno juga ingin merasakan penderitaan rakyatnya. Namun, sejak terbentuknya Resimen Tjakrabirawa pada Juni 1962, yang beranggotakan 3.000 personel, Bung Karno tak leluasa blusukan karena terus dikawal pasukan pengaman presiden tersebut. Sebelum menjadi Presiden, Bung Karno muda saat masih di Bandung pernah ke sebuah desa pertanian di Bandung selatan. Di sanalah Bung Karno berdialog dengan seorang petani, bernama Marhaen, yang kemudian ditulisnya dan menjadi simbol perjuangan untuk wong cilik hingga kini.
”Dulu aku biasa keluar istana diam-diam seorang diri. Namun, sejak ada Tjakrabirawa, hal itu tak mungkin lagi dilakukan,” katanya. Pernah suatu kali Bung karno membandel dan melawan arahan Tjakrabirawa dan menyelinap keluar Istana. Keesokan harinya, ada nota yang dikirimkan para pengawal setia itu. Isinya penuh penghormatan, tapi tetap tegas. Resimen Tjakrabirawa adalah resimen yang dibentuk dan berada dalam kesatuan pasukan pengawal presiden atau Detasemen Kawal Pribadi (DKP) saat itu. DKP merupakan cikal bakal Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
”Bapak yang tercinta, kami bertanggung jawab atas keselamatan Bapak. Karena itu, kami mohon dengan sangat agar Bapak tidak lagi diam-diam menyelinap keluar. (tanda tangan) Para pengawal Bapak,” tutur Bung Karno, masih dalam Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Demikian pula dengan Presiden ke-2 RI Soeharto. Menurut OG Roeder dalam bukunya, Anak Desa Biografi Presiden Soeharto (Penerbit PT Gunung Agung, cetakan keempat, 1982), selain kunjungan resmi ke berbagai daerah, Soeharto juga kerap menyelinap diam-diam keluar rumah dari Cendana. Dalam buku tersebut disebutkan, Presiden Soeharto mengadakan operasi secara diam-diam, yaitu kunjungan yang dilakukan secara incognito dengan sedikit sekali peserta rombongan.
Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto didampingi Gubernur Ali Sadikin meninjau daerah Menteng Wadas, Jakarta Selatan, medio Mei 1973. Menteng Wadas menjadi salah satu kampung awal dalam program penataan kampung, proyek MHT, yang digagas Gubernur DKI Ali Sadikin.
Kunjungan seperti itu dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sehingga dapat diperoleh informasi mendalam yang, biasanya, tidak dibeberkan dalam laporan resmi. Terkadang ada hal tak menyenangkan, tetapi memberikan pengalaman berharga yang didapat dari kunjungan dadakan seperti itu. Semisal ketika Presiden Soeharto, dalam satu kunjungan diam-diam ke satu desa di Jawa Barat, menemukan 45.000 karung pupuk urea yang membusuk dalam satu gudang rusak.
Kunjungan yang dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dapat memperoleh informasi mendalam yang, biasanya, tidak dibeberkan dalam laporan resmi. Meski terkadang ada hal tak menyenangkan, kunjungan dadakan pun dapat memberikan pengalaman berharga.
Demikian pula ketika pada perjalanan diam-diam lain, mobil Jeep Presiden Soeharto dihentikan oleh anggota Korps Pertahanan Sipil. ”Pak Harto telah diminta dengan kata-kata kasar untuk membeli sebuah gambar guna membantu pemungutan derma yang misterius. Gambar itu adalah gambar Presiden sendiri dalam pakaian kebesaran,” demikian tulis Roeder.
Untuk mengetahui hal yang terjadi dan dialami rakyat, sejumlah presiden juga melakukan hal yang sama seperti Presiden Soekarno dan Soeharto. Hanya bedanya, kunjungan tersebut dilakukan secara terencana dengan lokasi yang sudah disurvei sebelumnya.
Seiring dengan tren membaiknya situasi pandemi Covid-19 yang diikuti penurunan level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di beberapa daerah, Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga mulai lagi turun ke lapangan. Pelaksanaan pembelajaran tatap muka dan vaksinasi menjadi perhatian Wapres Amin saat melakukan peninjauan lapangan beberapa waktu terakhir. Pada kesempatan tersebut kepala daerah yang wilayahnya dikunjungi juga dapat memberikan laporan terkait dengan langkah penanganan yang telah dilakukan secara langsung kepada Wapres Amin.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin meninjau pelaksanaan pembelajaran tatap muka di SMP Negeri 1 Citeureup, Bogor, Jawa Barat, Kamis (9/9/2021). Wapres Amin kemudian juga meninjau pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di SMK Kesehatan Annisa.
Bupati Bogor Ade M Yasin, misalnya, menuturkan, vaksinasi saat ini memang hanya untuk SMP ke atas, yakni anak usia 12 tahun ke atas. ”Tetapi, untuk SD dan PAUD, kita imbau kepada masyarakat, orangtua, atau keluarganya yang sudah memenuhi syarat untuk divaksin untuk (segera) divaksin. Jadi supaya anaknya yang usia PAUD atau usia SD itu juga aman dari kluster keluarga,” kata Ade.
Baca juga : Pembelajaran Tatap Muka Dimulai, Wapres: Izin Orangtua Jadi Penentu
Ade menyampaikan hal tersebut saat mendampingi Wapres Amin memberikan keterangan pers seusai meninjau pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) di SMP Negeri 1 Citeureup dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di SMK Kesehatan Annisa, Bogor, Jawa Barat, Kamis (9/9/2021).
Selain kunjungan lapangan, baik Presiden Jokowi maupun Wapres Amin masih mengedepankan kehati-hatian dan beberapa kali tetap mengandalkan pertemuan secara virtual dalam jalinan komunikasi. Pada Kamis (2/9/2021), misalnya, Wapres Amin menghadiri acara Panen Perdana Kelapa Sawit dan Peninjauan Kegiatan Santripreneur Riau melalui konferensi video dari kediaman resmi Wapres, Jakarta.
Presiden Joko Widodo pada Jumat (25/6/2021) mengunjungi RW 001, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, untuk memastikan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat skala mikro.
Tiap pemimpin memang memiliki karakter dan gaya komunikasi tersendiri. Zaman pun berganti dengan segenap dinamikanya, tak terkecuali di bidang teknologi. Kunjungan resmi ke lapangan, kunjungan dadakan, ataupun kunjungan secara virtual, kesemuanya terkait dengan upaya memperoleh informasi, menjalin komunikasi, dan beragam kepentingan lainnya.
Tak pelak, terus tersambungnya komunikasi, lewat cara apa pun, bernilai penting dalam mengonsolidasi sumber daya dan menggalang kebersamaan. Hal ini dibutuhkan terlebih di masa-masa berat seperti pandemi Covid-19 saat ini yang menuntut sinergi dan kolaborasi semua pemangku kepentingan dalam memetakan masalah, mencari solusi, dan menetapkan langkah ke depan.
Suara.com - Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S PKI) masih menjadi misteri hingga sekarang. Masyarakat Indonesia masih terus bertanya-tanya siapa dalang dibalik tragedi berdarah yang merenggut banyak korban jiwa ini. Bahkan ada teori dibalik G30S PKI yang kemudian muncul.
Sebelum, membahas tentang beberapa teori dibalik G30S PKI, mari mengetahui dahulu kronologi sejarahnya. Peristiwa G30S PKI memang dikenal khalayak umum dengan pembunuhan 7 jenderal.
Namun kejadian sebelum dan setelahnya tak banyak diperhatikan publik. Padahal, peristiwa-peristiwa itu pun penting agar sejarah G30S PKI diketahui secara utuh.
Baca Juga: Perbedaan G30SPKI, Gertapu dan Gestok, Kenali 3 Istilah Ini Jelang 30 September
Dilansir dari britannica.com, larut malam pada tanggal 30 September 1965, sekelompok konspirator tentara yang menyebut dirinya Gerakan 30 September berkumpul di Jakarta dengan tujuan menculik dan membunuh tujuh jenderal angkatan darat pada dini hari keesokan harinya. Menjelang fajar pada 1 Oktober, para jenderal ini tewas.
Tujuh jenderal ini kekinian dikenal sebagai Pahlawan Revolusi. Mereka adalah Jenderal Ahmad Yani, Mayjen R Suprapto, Mayjen MT Haryono, Mayjen S Parman, Brigjen DI Panjaitan, Brigjen Sutoyo Siswomiharjo, Lettu Pierre Andreas Tendean. Abdul Nasution pun diincar namun berhasil melarikan diri.
Pagi itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) mengumumkan bahwa mereka telah merebut kekuasaan untuk mencegah kudeta terhadap presiden oleh dewan jenderal.
Pada pihak lain, Jenderal Soeharto, mulai mengumpulkan kendali kekuasaan ke tangannya sendiri. Menjelang malam dia telah mengambil inisiatif dari para konspirator.
PKI menyatakan bahwa upaya kudeta itu merupakan urusan internal tentara. Sebaliknya, pimpinan angkatan darat bersikeras bahwa itu adalah bagian dari plot PKI untuk merebut kekuasaan dan kemudian memulai misi untuk membersihkan negara dari ancaman komunis.
Baca Juga: G30S PKI: Latar Belakang, Tujuan dan Kronologi Sejarahnya
Pada bulan berikutnya, militer mulai membantai simpatisan PKI di seluruh Jawa dan di Bali. Perkiraan jumlah orang yang terbunuh berkisar antara 80.000 hingga lebih dari 1.000.000. Antara 1969 dan 1980, sekitar 10.000 orang, terutama semua orang yang dicatat sebagai komunis dan telah ditangkap, ditahan tanpa pengadilan di pulau Buru di Maluku.
Kehancuran PKI, membuat rezim Soekarno mulai tumbang. Lalu Maret 1966, tentara memaksa Soekarno untuk mendelegasikan kekuasaan kepada Soeharto, yang saat itu menjabat kepala staf angkatan darat. Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) terbit.
Sejak saat itu, segala hal tentang PKI mulai dilenyapkan. Soeharto diangkat menjadi Presiden pada Maret 1967, sementara Soekarno meninggal dunia 21 Juni 1970.
Teori Dibalik G30S PKI
Setidaknya ada 7 teori dibalik G30S PKI. Semua teori ini memberikan dugaan dalang Gerakan 30 September 1965.
Teori-teori ini berasal dari buku Sejarah Indonesia: Kelas 12 SMA/K MA/MAK karya Abdurakhman, Arif Pradono, Linda Sunarti dan Susanto Zuhdi; terbitan Kemdikbud tahun 2018 Edisi Revisi yang dilansir Ayo Tasik (30/9/2021).
1. Dalang G30S adalah PKI
Menurut teori ini, G30S didalangi oleh tokoh-tokoh PKI dengan cara memperalat unsur-unsur tentara.
Teori ini didasarkan dari serangkai kejadian dan aksi yang telah dilakukan oleh PKI di tahun 1959-1965. Selain itu, terjadinya beberapa perlawanan bersenjata setelah peristiwa G30S yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri sebagai CC PKI terjadi di Blitar Selatan, Grobogan, dan Klaten pun menjadi penguat dugaan.
2. Dibalik G30S PKI adalah Soeharto
Dalam buku yang berjudul Indonesian Tragedy, Brian May mengemukakan bahwa terdapat hubungan dekat antara Letkol Untung sebagai pemimpin G30S dengan Mayjen Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad.
Apalagi setelah PKI hancur, Soekarno pun memberikan mandat kekuasaannya kepada Soeharto melalui Supersemar.
3. Dalang G30S PKI adalah Soekarno
Teori G30S ini dikemukakan oleh Anthony Dake dan John Hughes yang bermula pada asumsi bahwa Soekarno ingin melenyapkan kekuatan opsi yang berasal dari sebagian perwira tinggi AD terhadap dirinya. PKI pun terseret karena partai ini dekat dengan Soekarno.
Teori ini berdasarkan pada kesaksian seorang pilot asal India, Shri Biju Patnaik. Ia mengatakan bahwa pada 30 September 1965 tengah malam, Soekarno memintanya untuk meninggalkan Jakarta sebelum subuh seakan tahu bahwa akan ada ‘peristiwa besar’ besok.
Namun, teori ini dilemahkan dengan tindakan Soekarno yang menolak mendukung G30S dan mengutuk gerakan ini dalam sidang Kabinet Dwikora di Bogor pada 6 Oktober 1965.
4. CIA Diduga Terlibat G30S PKI
Teori G30S PKI ini bersumber dari tulisan Peter Dale Scott atau Geoffrey Robinson. Gencarnya PKI menanamkan pengaruh di negara kita pada masa itu membuat AS khawatir Indonesia akan jatuh ke tangan komunis.
Hal itulah yang kemudian mendorong CIA melakukan kerja sama dengan suatu kelompok dalam tubuh AD untuk meprovokasi PKI melakukan gerakan kudeta dan setelah itu berbalik menyerang partai komunis.
Tujuan akhir dari skenario yang telah disusun oleh CIA ini yaitu untuk menjatuhkan kekuasaan Soekarno. Ini adalah salah satu teori konspirasi Gerakan 30 September yang paling mengejutkan.
5. Persoalan internal Angkatan Darat (AD)
Teori ini dikemukakan oleh Ben Anderson, WF Wertheim, dan Coen Hotsapel yang menyatakan bahwa adanya persoalan internal di Angkatan Darat menyebabkan terjadinya peristiwa G30S.
Dugaan ini didukung oleh pernyataan pemimpin Gerakan, yaitu Letnal Kolonel Untung. Ia menyatakan bahwa para pemimpin AD hidup bermewah-mewahan dan memperkaya diri sehingga terjadilah pencemaran nama baik Angkatan Darat.
Namun, pendapat tersebut bertentangan dengan kenyataan. Sebab, Panglima Angkatan Bersenjata, Jenderal Nasution, justru menjalani hidup dengan sederhana.
6. Kepentingan Inggris-AS
Greg Paulgrain mengemukakan teori bahwa dibalik Gerakan 30 September 1965 ada kepentingan Inggris-AS. Menurutnya, Inggris ingin mengakhiri sikap konfrontatif Soekarno terhadap Malaysia.
Sementara AS, ingin menggulingkan sang Proklamator agar Indonesia bebas dari komunisme dan menjauh dari negara-negara penganut ideologi tersebut.
Teori dibalik G30S PKI yang terakhir disebut dengan Chaos Theory. Sebab menurut teori ini tidak ada pemeran tunggal atau satu pihak yang memainkannya.
Jhon D Legge, sang penggagas teori ini menyatakan bahwa dalam peristiwa G30S tidak ada pemeran tunggal dan skenario besar. Seperti yang disebutkan oleh Soekarno, tragedi ini disebabkan oleh unsur-unsur Nekolim (Negara Barat), pimpinan PKI yang keblinger serta oknum-oknum ABRI yang tidak benar.
Nah, itulah beberapa teori dibalik G30S PKI yang diungkapkan oleh para ahli. Apakah kalian meyakini salah satunya?
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar membandingkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dengan Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto. Cak Imin –panggilan Muhaimin Iskandar— membandingkan keduanya dalam konteks dinasti politik.
Ia menyebutkan, saat Soeharto berkuasa, pemerintah Orde Baru itu mengangkat anaknya, Siti Hardijanti Hastuti Rukmana alias Tutut Soeharto, menjadi menteri sosial pada 1998. Tak lama setelah Tutut masuk kabinet, bergulir Reformasi yang menumbangkan pemerintahan Soeharto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu, di era pemerintahan Presiden Jokowi, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mendorong putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden dalam pemilihan presiden 2024 hingga terpilih menjadi wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto, calon presiden.
"Dulu, kita tidak pernah membayangkan Pak Harto yang sekuat itu saja, baru ngangkat Bu Tutut jadi Mensos sudah jatuh," kata Cak Imin di acara Musyawarah Kerja Nasional PKB di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Selasa, 23 Juli 2024. "Hari ini, Pak Jokowi bisa menjadikan anaknya wakil presiden, aman-aman saja."
Dalam pemilihan presiden 2024, Muhaimin ikut berkontestasi melawan Prabowo-Gibran. Ia menjadi calon wakil presiden yang mendampingi Anies Rasyid Baswedan. Pasangan calon Anies-Muhaimin serta Ganjar Pranowo-Mahfud Md kalah dalam pemilihan presiden tersebut. Keduanya dikalahkan oleh pasangan Prabowo-Gibran. Pasangan calon ini akan dilantik sebagai presiden dan wakil presiden 2024-2029 pada 20 Oktober mendatang.
Muhaimin bersyukur karena kondisi Indonesia masih dalam keadaan aman dan seluruh masyarakat tetap bersatu walaupun terjadi perubahan drastis selama pemilihan presiden 2024. "Kita tidak pernah juga membayangkan bagaiamana konstelasi politik nasional kita, fondasi-fondasi kekuatan tetap bisa kita jaga," kata dia.
Ia juga mengingatkan kader partainya agar mencegah konflik di masyarakat. "Potensi perpecahan harus diantisipasi, potensi kerawanan harus kita hadapi dan PKB harus jadi penguat ideologi kebangsaan yang kokoh," katanya.
Belanja di App banyak untungnya: